Bab 2018 Kembali Ke Swedoland
Itu suara Juliana!
Emosi Dewi pun meledak. Dengan tangan gemetar, dia memegang ponselnya, ia luar biasa emosi seperti gunung meletus.
“Lorenzo!!!!!!!!”
Di sisi sana, gendang telinga Lorenzo hampir pecah karena teriakan Dewi. Saat mau menjelaskan, dia mendengar pergerakan aneh di luar, maka dia menjadi waspada.
“Segera jelaskan padaku. Kalau tidak, aku akan …”
Dewi belum selesai bicara, panggilan telepon sudah diputus!!
Diputus!!!
Dewi membelalakkan matanya dengan terkejut, menatap ponselnya dengan tak percaya.
Tidak disangka pada saat ini, Lorenzo memutus panggilan darinya????
Ini berarti dia dan wanita itu memang punya hubungan. Pasti punya hubungan!!
Teringat sebelum Lorenzo pergi, dia masih mencium, memeluk, bahkan melamar dirinya….
Hati Dewi terasa sangat sakit seperti ada jarum yang menusuk.
Segalanya seperti lelucon.
Menertawakannya karena terlalu polos dan bodoh, bisa–bisanya percaya pada perkataan pria
itu???
Dewi luar biasa emosi, luka di belakang kepalanya menjadi sakit lagi.
Dia memegang kepalanya dan bersandar di sofa. Dalam hati, dia berulang kali mengingatkan. dirinya untuk tetap tenang.
Dalam hati, dia masih menghibur diri dengan berpikir mungkin ini salah paham.
Mungkin masalahnya tidak seperti yang dia pikirkan.
Mungkin Juliana sengaja membuat gosip.
Mungkin itu memang strategi Lorenzo.
Dirinya seharusnya percaya pada Lorenzo, dia bukan pria semacam itu.
Berpikir sampai di sini, Dewi menahan amarahnya dan sekali lagi menghubungi Lorenzo. Kali ini
panggilan langsung ditolak. Kemudian, saat dia mencoba menelepon lagi, panggilan langsung
dialihkan.
Jelas nomornya sudah diblokir!
Bagus, sangat bagus!
Dewi emosi hingga wajahnya memerah. Segala penghiburan dirinya tadi berubah menjadi cemooh.
Seluruh akal schatnya langsung lenyap.
Sekarang juga dia sungguh ingin terbang ke sana, lalu mencekik pasangan berengsek itu sampai
mati!!!
Saat dia hampir menggila, tiba–tiba ponselnya berdering.
Hati Dewi bergetar, mengira Lorenzo yang menelepon, maka dia buru–buru menjawab.
“Lorenzo, kamu….”
“Dewi, ini Bibi.” Terdengar suara Bibi Lauren, “Apa Bibi mengganggumu? Apa kamu leluasa bicara?”
“Tidak mengganggu. Bibi Lauren, ada apa?”
Dewi berusaha mengontrol suasana hatinya, membuat dirinya terdengar tenang, karena tidak mau Bibi Lauren khawatir.
“Bagaimana pemulihan lukamu?”
Suara Bibi Lauren terdengar tenang, tapi Dewi langsung bisa mendengar ada kejanggalan. Dia buru–buru bertanya, “Pemulihanku sangat baik, sudah bisa bergerak dengan leluasa. Bibi Lauren, ada apa? Apa terjadi masalah di panti asuhan?”
“Tiba–tiba Lessi mengalami komplikasi, sekarang situasinya sangat buruk. Pihak rumah sakit di sini sudah tidak bisa berbuat apa–apa. Jadi, Bibi hanya bisa meneleponmu.”
Bibi Lauren sangat panik.
“Tenang dulu, aku akan segera kembali.”
Tanpa pikir panjang, Dewi langsung mencari paspornya.
“Apa kamu sungguh tidak apa–apa?” Bibi Lauren sangat mengkhawatirkan Dewi, “Sebenarnya, tidak seharusnya Bibi meneleponmu. Tapi, nyawa Lessi sedang terancam. Saat ini, hanya kamu yang bisa menyelamatkannya.”
“Aku tidak apa–apa, sekarang juga aku akan terbang ke sana.”
“Tunggu.” Bibi Lauren menghentikannya, lalu berpesan dengan serius, “Minta orang Keluarga Moore mengantarmu ke sini, jangan pergi sendirian. Denny dan rekannya mungkin masih mengawasimu diam–diam.”
“Aku punya batasan sendiri. Sudah dulu, ya?”
Dewi buru–buru mengakhiri panggilan, bersiap menyuruh orang untuk mengatur pesawat pribadi. Namun, dia berpikir lagi, Lorenzo sudah mengkhianatinya, tidak seharusnya dia masih meminta bantuan Keluarga Moore.
Apalagi sekarang dia sudah dioperasi, pemulihan lukanya juga sudah lumayan. Meski Denny muncul, juga bukan tandingannya.
Berpikir sampai di sini, Dewi pun membeli tiket pesawat sendiri. Dia membereskan paspor dan kopernya, lalu berganti baju dan turun ke bawah sambil membawa bawaannya.
“Nona Dewi, ini … Nona mau pergi ke mana?”
“Kembali ke Swedoland.” Dewi memakai kacamata hitam, “Beri tahu Lorenzo bahwa aku dan dia sudah putus. Suruh dia jangan datang mencariku lagi. Sampai jumpa!”